sehatalami.co.id – Korea Utara baru-baru ini kembali menyedot perhatian dunia dengan melarang pemutaran lagu-lagu bertema perdamaian dan rekonsiliasi antara dua Korea. Salah satu lagu legendaris yang turut terkena dampak larangan tersebut adalah “Our Wish is Unification”, lagu yang selama ini dikenal sebagai simbol harapan bersatunya Korea Utara dan Korea Selatan.
Lagu Simbol Harapan Kini Dicap Berbahaya
Pemerintah Pyongyang menilai lagu-lagu bertema unifikasi sebagai ancaman terhadap ketahanan ideologi negara. Lagu-lagu itu dianggap sebagai saluran pengaruh eksternal dari Korea Selatan yang berpotensi melemahkan loyalitas rakyat terhadap pemimpin dan sistem politik Korea Utara.
Lagu “Our Wish is Unification”, misalnya, telah lama menjadi simbol kerinduan rakyat kedua negara akan kedamaian dan persatuan. Namun kini, penyanyi, penyiar, hingga masyarakat umum dilarang menyanyikannya atau memutar rekamannya dalam bentuk apapun.
Ketegangan Semakin Meningkat
Keputusan ini memperlihatkan memburuknya hubungan Korea Utara dan Selatan dalam beberapa tahun terakhir. Setelah sempat menunjukkan tanda-tanda keterbukaan, Korea Utara kini menutup rapat-rapat semua saluran diplomatik, termasuk lewat budaya dan seni.
Rezim Kim Jong-un tampaknya semakin memperkuat cengkeramannya dengan menolak simbol-simbol yang bisa mengundang pemikiran berbeda. Pelarangan lagu damai ini memperjelas bahwa tidak ada toleransi terhadap ide unifikasi, bahkan yang disuarakan melalui musik.
Respon dari Korea Selatan dan Komunitas Internasional
Kementerian Unifikasi Korea Selatan menyayangkan kebijakan ini dan menyebutnya sebagai kemunduran besar dalam proses rekonsiliasi. Lagu-lagu perdamaian selama ini diyakini bisa membangun kesadaran dan empati lintas batas, namun dengan pelarangan ini, harapan tersebut makin menipis.
Sementara itu, lembaga-lembaga HAM internasional mengecam larangan tersebut sebagai bentuk represi terhadap kebebasan berekspresi dan nilai-nilai universal seperti perdamaian dan dialog.
Dampak pada Generasi Muda Korea Utara
Bagi generasi muda di Korea Utara, kebijakan ini bisa membatasi akses terhadap sejarah dan narasi alternatif yang lebih damai. Lagu-lagu seperti “Our Wish is Unification” tidak hanya sekadar karya musik, tetapi juga medium pembelajaran sejarah dan refleksi masa depan.
Dengan pelarangan ini, narasi tunggal negara akan semakin mendominasi, dan ruang berpikir kritis masyarakat sipil bisa semakin menyempit.
Kesimpulan
Langkah Korea Utara melarang lagu bertema perdamaian menjadi cerminan nyata dari penolakan terhadap segala bentuk pendekatan dialog. Harapan unifikasi yang selama ini hidup dalam lagu dan budaya kini tampak seperti tinggal kenangan.